Rabu, 28 Mei 2014

MENCARI KEBENARAN


                                                                                            
Dahlan Iskan mempunyai proyek mobil listrik, karena mobil listrik dianggap jawaban masa depan atas kondisi saat ini; krisis energi dan bahan bakar. Mobil listrik dianggap lebih hemat energi dan  juga ramah lingkungan. Saat proyek berjalan, ada perdebatan di kalangan para ahli yang terlibat. Ada ahli yang berpendapat bahwa  penambahan gear box (roda gigi) pada mobil listrik sangat penting dan sangat diperlukan. Sementara ada ahli lain yang berpendapat sebaliknya, bahwa penambahan gear box  pada mobil adalah sia-sia dan tidak diperlukan. 

Akhirnya ada perdebatan panjang di antara mereka, dan tidak ada solusinya. Lalu masalah ini diajukan kepada atasan proyek ini yaitu Dahlan Iskan. Dahlan Iskan berkata, “Kalian buat dua-duanya!  Satu mobil dengan gearbox  dan  satu lagi tidak pakai gearbox. Nanti kita lihat hasilnya.” Akhirnya para ahli membuat dua mobil listrik prototype yang berbeda sesuai saran sang Dahlan. Lalu kedua mobil itu diuji coba di jalan. Dalam beberapa waktu ujicoba, kedua mobil prototype sama bagusnya, tidak ada masalah yang berarti. 

Suatu hari salah satu mobil prototype mengalami kecelakaan di jalan raya. Dan dari penyelidikan para ahli diketahui bahwa penggunaan gearbox pada mobil listrik sangat diperlukan. Dari masalah itu kita dapat memetik pelajaran, bahwa untuk mencari suatu kebenaran, itu memerlukan alokasi waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang banyak. Kita tidak akan mengetahuinya akan kebenaran atas suatu masalah hingga kita melakukannya atau mencobanya.

MEMAKSIMALKAN POTENSI DIRI



Titik awal dalam usaha memaksimalkan potensi diri adalah mengurangi kegiatan membuang energi secara percuma. Coba hitung secara cermat, berapa banyak  energi yang kita buang percuma setiap hari. Melihat anak, suami atau istri yang memiliki perilaku berbeda, dorongan marah pun datang dari dalam. Di kantor, mendengar argumen berbeda, godaan tidak sabar untuk minta izin keluar muncul. 

Dalam sebuah pelatihan di Caltex Pasifik Indonesia, pernah saya kemukakan bahwa ada banyak manusia yang  terlalu mudah untuk menyebut manusia lain  sebagai manusia sulit. Semata-mata karena orang lain punya paradigma yang berbeda. 

Menurut saya paradigma adalah salah satu sumber penyebab banyak energi dalam  diri terbuang. Sebab dengan paradigma kita sedang melihat wajah dunia dalam kerangka yang kita punya. Kalau cocok, konflik tidak terjadi. Sayangnya karena wajah dunia selalu lebih kompleks dari paradigma manapun, maka konflik pun mudah sekali muncul. 

Dengan banyak konflik, maka energi tidak saja terbuang percuma, tetapi energi lain pun ikut ciut. Buktinya lihatlah orang yang hidupnya dalam kebencian. Bukankah badan dan pikiran mereka ikut termakan oleh permusuhan dan kebencian? Oleh karena alasan terakhir, saya mendidik diri untuk sebanyak mungkin  melihat orang lain dan dunia sebagaimana adanya. Dan  ada banyak sekali energi yang bisa  dihemat dengan cara ini.

****Sumber : Majalah Hadila – Penulis : Gede Prama; Buku Catatan Konsultan Sukses Dan Sukses