Di depan rumah tempat kami tinggal setiap hari selalu
ada orang yang menawarkan dagangan atau jasa. Kebanyakan dari mereka berjalan
kaki. Saya menilai mereka sebagai orang yang kuat. Saya merasa tidak bisa
seperti mereka. Sebagian mereka berteriak-teriak sambil membawa gerobak. Ada
yang memukul-mukul piring atau ember. Ada juga yang melempar brosur/kertas
iklan.
Jika tukang jok kursi yang lewat, sambil bersepeda ia
berteriak, “Jok...Jok... Ganti kulit jok kursiie...! Ganti Jok... Jok....”
Jika tukang sayur lewat, sambil membawa gerobak ia
berteriak, “Sayur...!” Tukang sayur ini kadang teriakannya nggak jelas, tetapi
saya mendengar, “Uuuu...!” Karena lucu atau aneh, kadang teman saya menirukan
suaranya.
Jika orang yang jualan ember plastik itu lewat,
ember-embernya itu ditaruh di kepala. Kedua tangannya masing memegang satu
ember, lalu kedua itu diadu hingga mengeluarkan suara, “Bukk...! Bukk!”
Jika tukang sol sepatu yang lewat, sambil berjalan ia
berteriak, “Sol sepatu..uu! Sol sepatu..uu!” Saya pernah memanggil tukang sol
sepatu untuk memperbaiki sepatu saya yang rusak. Saat itu ia sedang istirahat
di masjid untuk shalat ashar, lalu saya memanggilnya untuk datang ke rumah.
Sepatu saya dijahit di bagian bawah dan ditambahkan lapisan tipis di bagian
dalam. Saya membayarnya Rp40ribu. Lumayan, sepatu saya menjadi lebih baik.
Daripada beli sepatu baru mahal. Saya senang dan saya melihat tukang sol sepatu
itu juga senang. Saya bertanya kepadanya, “Bagaimana awalnya menjadi tukang sol
sepatu di Jakarta?” Ia menjawab, “Awalnya saya ikut kakak berkeliling. Saya
belajar menjadi tukang sol sepatu dari kakak saya selama dua minggu. Setelah
itu saya jalan sendiri.”
Jika ada orang yang mau membeli barang bekas, sambil
membawa gerobak ia berteriak, “Barang....! Barang....!” Saya pernah memberikan
barang-barang bekas tak dipakai. Di rumah tempat saya tinggal ada banyak barang
tak berguna. Pemiliknya meminta untuk memberikan kepada tukang sampah. Saya
juga pernah memberikan tumpukan kertas-kertas sampah dari perusahaan saya.
Atasan saya pernah meminta saya untuk memberikan kepada mereka. Biasanya
barang-barang itu dibeli. Tetapi atasan saya ingin menjadikan kertas-kertas itu
sebagai sedekah. Orang itu sangat senang dan berterima kasih. Suatu saat saya
bertemu lagi. Ia bertanya, “Mas barangnya ada lagi nggak?” Saya menjawab,
“Belum ada.”
Saat keluar rumah saya sering menemukan brosur atau
kertas di depan rumah. Kadang digantung dengan tali benang di pagar. Brosur itu
isinya macam-macam. Ada yang menawarkan komputer/laptop. Ada yang menawarkan
makanan/katering. Ada yang menawarkan tentang kelas privat untuk anak sekolah.
Ada yang menawarkan tentang kambing untuk aqiqah atau untuk korban. Ada yang
menawarkan jasa teknik perbaikan AC.
Kalau yang memukul piring bagi saya sudah biasa, di
rumah saya di Klaten sudah terbiasa. Biasanya orang itu jualan bakso atau mie
ayam. Tetapi ada beberapa penjual yang menurut saya aneh. Saya baru mendengar
dan mengetahuinya di sini di Jakarta. Ketika mereka lewat di depan, kadang
teriakannya membuat saya ingin tertawa. Teman saya juga. Tetapi saya hanya menyimpan
dalam dada. Saya menghargai mereka yang berusaha mencari nafkah untuk
keluarganya.
Mengenai brosur, terkadang saya membiarkan tergeletak
beberapa hari di halaman rumah. Kadang sampai rusak/basah karena kehujanan.
Saya ingin menghargai orang yang melempar brosur itu. Dia berusaha mencari
nafkah di Jakarta seperti halnya saya. Tetapi kalau sudah lama lalu saya
kemudian menaruhnya di tempat sampah. Saya tidak membutuhkan apa yang mereka
tawarkan.
Sesekali, saya memungut brosur itu untuk saya baca,
kemudian saya tunjukkan kepada teman saya. Barangkali teman saya ada yang
membutuhkan. Ada satu dua brosur yang masih saya simpan sampai sekarang.
Barangkali suatu saat saya membutuhkan.
Dalam berusaha, membuat iklan itu harus. Tujuannya
memberitahu kepada banyak orang. Sama seperti yang mereka lakukan di depan
rumah saya tinggal. Mereka membuat iklan dengan cara mereka. Mereka berharap
ada seseorang mendengar teriakan lalu membeli.
Ada yang gratisan, modal suara. Mereka cukup
berteriak. Saya membayangkan mereka makannya nanti banyak karena kelaparan
sering berteriak. Orang yang mempunyai duit lebih banyak membuat brosur atau
selebaran kemudian disebarkan ke rumah-rumah. Bagi yang orang yang kaya akan
beriklan dengan media, majalah, koran, radio, televisi atau bahkan internet.
Beriklan itu harus. Iklan itu merupakan salah satu
bagian dari usaha. Kita berusaha dengan cara kita, tetapi mengenai hasilnya,
Allah-lah yang menentukan. Rezeki tidak akan pernah tertukar.
Imam Hasan Al Bashri (semoga Allah mengasihinya)
berkata: “Aku yakin bahwa rezekiku tidak akan tertukar, karena itu hatiku
tenang. Aku yakin bahwa amalku tidak mungkin digantikan orang lain, karena itu
aku semangat beribadah. Aku yakin bahwa Allah mengawasiku, karena itu aku malu
berbuat maksiat. Aku yakin bahwa mati selalu membuntutiku, karena itu aku
selalu siap menghadapinya.”
Syeikh Abdul Qadir al Jilani (semoga Allah mengasihi)
berkata: “Apa yang tidak di sisimu, kemungkinan adalah milikmu atau milik orang
lain. Jika ia milikmu, ia akan datang kepadamu dan kau akan dibawa kepadanya
sehingga pertemuan antara kau dan ia terjadi segera. Sedangkan yang bukan
milikmu, maka kau akan dijauhkan darinya dan ia pun akan menjauh darimu,
sehingga kau dan ia takkan bertemu.”
Syeikh Abdul Qadir al Jilani (semoga Allah
mengasihinya) juga berkata: “Apa yang Allah tentukan bagimu akan kauperoleh
tepat pada waktunya, entah kau suka atau tak suka. Oleh karena itu, janganlah
serakah terhadap yang menjadi milikmu dan jangan cemas akannya. Jangan merasa
menyesal atas apa yang dimaksudkan bagi selainmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar