Minggu, 30 Oktober 2016

SARUNG TANGAN




Suatu saat teman saya membonceng saya di belakang naik motor. Kami akan berangkat ke salah satu instansi pemerintah di Jakarta. Ada beberapa pejabat di sana yang harus saya temui terkait pekerjaan.

Saat mulai berjalan teman saya mengatakan, “Kalau membeli sarung tangan yang seperti ini.” Teman saya menjulurkan tangannya di depan saya, sambil menunjukkan sarung tangan yang ia pakai. Saya kemudian membalasnya, “Hiya. Tapi sarung tangan saya ini gratis.” Teman saya membalas, “Saya mempunyai (membeli) beberapa sarung tangan di rumah.”

Saya tahu kebiasaan teman saya. Karena itu saat itu saya mengira bahwa teman saya akan memberikan salah satu sarung tangannya kepada saya. Tetapi bagaimana saya akan memakainya? Saya tidak menyukai jenis sarung tangan seperti punya teman saya. Karena itu saya berharap ia lupa saja. Ternyata sampai sekarang teman saya lupa. Saya yakin itu. Soalnya kejadian itu sudah sebulan yang lalu.

Paling tidak enak itu jika kita mendapatkan pemberian dari teman (kerabat) apa yang kita tidak suka. Sulit untuk menolaknya. Sulit juga untuk menerimanya. Sama-sama nggak enak lah...! Atau kalau kita terima, kita tidak akan langsung memakainya. Saat itu kita perlu banyak waktu berpikir, ‘Untuk apa? Wong saya tidak suka memakainya?’ Bagi yang sedikit kreatif, “Kira-kira untuk siapa?” Orang itu ingin memberikan pemberian itu kepada orang yang lebih menyukainya atau membutuhkan.

Nah kalau sudah terpaksa, biasa kita baru memakainya setelah beberapa lama. Kalau pemberian itu dalam bentuk makanan. Kita hanya mendiamkannya, sampai-sampai makanan itu hampir rusak.

Mengenai sarung tangan saat berkendara, saya dulu tidak pernah memikirkannya. Saya jarang sekali melakukan perjalanan jauh di siang hari. Ketika saya mengetahui tangan saya hitam hanya karena perjalanan selama dua jam saya baru tergerak untuk membeli. Saya harus memilikinya untuk berjaga-jaga saat perjalanan jauh lagi. Sarung tangan itu bagus untuk melindungi kulit tangan saya dari sinar matahari.

Saat malam hari yang dingin, kadang saya memakainya saat tidur. Teman saya kadang bergurau, “Mau kemana?” Saya tertawa. Teman saya juga. Bagaimana tidak tertawa. Saya memakai kaos kaki, kaos tangan dan jaket. Seolah saya sedang bersiap-siap untuk bepergian.

Dari beragam model sarung tangan yang beredar di pasaran, saya lebih suka yang bagian ujungnya terbuka (terpotong). Jadi jari-jari saya masih kelihatan. Saya juga tidak ingin semua jari saya tertutup. Khawatir jari tangan saya panas lalu berkeringat dan bau. Saat jari-jari saya terbuka rasanya lebih dingin karena diterpa angin. Tetapi teman saya menyukai sarung tangan yang tertutup. Jadi semua bagian jari terlindungi dari sengatan matahari.

Untungnya pekerjaan saya tidak menuntut saya untuk bepergian jauh setiap hari. Karena itu sarung tangan tertutup semua atau terbuka sebagian menjadi tidak penting. Kegunaan utama sarung tangan itu tidak untuk melindungi jari saya dari sengatan sinar matahari. Tetapi untuk mengalahkan rasa dingin saya di malam hari. Rumah tempat saya tinggal adalah rumah yang luas. Banyak tersedia oksigen di dalamnya. Karena itu suasananya cenderung dingin. Karena itu juga saya jarang menggunakan kipas angin atau AC. Hanya sekali-kali. Hikmahnya hemat listrik dan tagihan bulanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar